#Tulisan ini didedikasikan untuk para perempuan yang terjun
dalam ranah keilmuwan dan publik
Ketika pertama kali mendengar kata perempuan, kira-kira apa
yang langsung terpikir di benak saudara-saudari? Saat saya tanyakan hal yang
sama kepada hadirin pada saat saya mengisi kajian di kajian Muslimah FTP (ini
terpaksa, karena kemuslimahan tidak menghub pemateri lain ^_^’) ada
yang menjawab ibu, merpati dan bunga. Saya tanya alasan masing-masing
kenapa jawabannya bisa begitu. Ibu, tentunya sebagai seorang perempuan, kita
semua akan menjadi ibu –dengan kehendak Allah tentunya-, merpati (ini jawaban
sayup-sayup, dan yang jawab malu-malu menjelaskan) tapi mungkin merpati =
malu-malu. Heheh...... dan terakhir bunga. bunga itu indah, bukan dilihat dari
bunga yang gampang dipetik, tapi sekali lagi bunga itu indah, identik dengan
keindahan wanita. Dan ketika hal yang sama pula saya tanyakan kepada pendamping
ikhwan (cowok) di beasiswa saya, beliau menjawab perempuan adalah madrasah.
Jawaban apapun dan yang muncul dari siapapun saya rasa akan
terlontar inti jawaban yang sama, wanita itu mulia. Tapi sayang statement ini
tidaklah abadi sepanjang zaman. Dalam perjalanan masa, wanita pernah diletakkan
di berbagai posisi yang terhina, dari majalah Sabili edisi 23/Th/17, dimuatl di
lembar Khaanah pernah disebutkan beberapa kondisi wanita di suatu zaman,
seperti :
Bangsa ini terkenal memiliki peradaban dan kebudayaan yang maju pada masanya. Sayangnya, sejumlah fakta mengungkap bahwa perempuan pada sistem kemasyarakatan bangsa Yunani, tak memiliki tempat yang layak. Bahkan kaum lelaki saat itu mempercayai bahwa perempuan merupakan sumber penyakit dan bencana. Sehingga mereka memosisikan perempuan sebagai makhluk yang rendah. Ini bisa dilihat ketika para lelaki menerima tamu, para perempuan saat itu hanya dijadikan pelayan dan budak semata. Bahkan, perempuan tak boleh disejajarkan dalam satu meja makan dengan kaum pria.
Perempuan pada masyarakat Romawi
Kaum lelaki pada masa itu, memiliki hak mutlak terhadap keluarganya. Ia bebas melakukan apa saja terhadap istrinya, bahkan diperbolehkan membunuh istri mereka dalam keadaan tertentu. Meski peradaban Romawi mengalami perkembangan, namun tetap saja perempuan berada dalam posisi yang hina; sebagai pemuas nafsu lelaki saja. Meski perempuan mendapatkan kebebasan, bentuknya hanya sebatas bebas menikah dengan lelaki mana saja. Tak pelak bila perceraian pada masa itu jumlahnya sangat besar, ditemukan dalam banyak kasus penyebabnya sangat sepele.
Sebuah fakta terungkap oleh Kardinal Gerum (340420M) bahwa ada seorang perempuan yang tanpa merasa berdosa dan malu telah menikah untuk ke-23 kalinya. Di saat yang sama, ia menjadi istri ke-21 dari suaminya yang terakhir.
Peradaban Persia memandang perempuan
Persia merupakan koloni yang menetapkan hukum dan sistem sosial bagi wilayah jajahannya. Sayangnya, hukum yang mereka terapkan, tak memberikan keadilan bagi perempuan. Bila ada perempuan yang melakukan kesalahan –meskipun kecil- akan dihukum dengan berat. Bahkan bila ia mengulangi kesalahannya, tak segan hukuman mati akan dijatuhkan.
Perempuan di masyarakat India
Meski dikenal dengan ilmu pengetahuan dan kebudayaannya, peradaban India menempatkan kaum perempuan pada derajat kehinaan. Pada umumnya, masyarakat India mempercayai bahwa perempuan merupakan sumber dosa, kerusakan akhlak dan pangkal kehancuran jiwa. Sehingga mereka tak memiliki hak-hak kebendaan dan warisan. Bahkan hak hidup mereka juga dicabut ketika suami mereka meninggal. Setiap perempuan harus dibakar hidup-hidup bersama mayat suaminya.
Bagaimana Yahudi memperlakukan perempuan?
Pada bangsa Yahudi, perempuan selayaknya komoditas yang bisa diperjual-belikan di pasar. Sehingga, posisi kaum perempuan saat itu hanya sebatas pemuas nafsu kaum lelaki saja. Tak heran bila saat itu, merebak praktik pelacuran di tengah masyarakat. Lebih sesat lagi, masyarakat Yahudi kerap membalut praktik pelacuran dengan topeng ibadah. Mereka melakukan perzinahan di rumah ibadah dengan dalih untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.
Kedudukan perempuan pada Umat Kristen
Tak berbeda dengan peradaban lainnya. Pada zaman ini, syariat Nasrani telah diselewengkan sehingga mendudukkan perempuan dalam kerendahan dan tak sesuai dengan fitrahnya. Penyimpangan ini juga diafirmasi dengan pandangan bahwa perempuan merupakan sumber dosa dan kemaksiatan yang menyebabkan lelaki terjerumus dalam kedurhakaan. Menurut salah seorang pemimpin Kristen, Paus Tertulianus mengatakan, “Wanita adalah pintu masuknya setan ke dalam jiwa manusia. Dialah (Hawa) yang telah mendorong seorang (Adam) mendekati pohon larangan, perusak aturan Allah dan membuat buruk citra lelaki.”
Perempuan pada masyarakat Arab jahiliyah
Sebelum Islam bersinar terang di masyarakat Arab, kondisi serupa juga menimpa kaum perempuan di masyarakat Arab. Mereka tak mendapatkan hak apa pun. Seperti hak waris yang hanya diperoleh bagi kaum lelaki. Dalam tradisi, yang berhak mendapatkan harta warisan hanyalah mereka yang sanggu berperang dan mampu melindungi anak-anaknya dari perang.
Bentuk perilaku rendah lainnya, yakni dalam hal pernikahan. Dalam masyarakat Arab dikenal beberapa jenis pernikahan yang merendahkan kaum perempuan. Pertama, seorang suami bisa menyuruh istrinya untuk bergaul dengan lelaki lain. Hingga kehamilan terjadi dari hubungan itu, baru suaminya bisa kembali menggauli istrinya. Ini bertujuan agar mendapatkan anak dari bibit yang unggul.
Bagaimanapun juga dalam sejarah, wanita pernah diletakkan
pada posisi yang tidak mulia, namun masalah ini tidak terjadi saat Islam sudah
menyentuh bagian-bagian masyarakat di bumi ini. Ketika Islam datang, segala
bentuk kezaliman telah dihapusakan dari para perempuan, dan Islam mengembalikan
kedudukannya, dan menjadikan mereka menjadi mitra lelaki yang beredudukan
sejajar dalam urusan pahala, siksa, dan semua hak, kecuali perkara yang memang
dikhususkan untuk wanita. Inilah perbedaan Islam dengan agama yang lain. Allah
berfirman :
“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki
maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada
mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS.
Al-Nahl: 97)
Ayat ini menjelaskan
bahwa kedudukan antara lelaki dan perempuan adalah sama. Allah tidak membedakan
saat memberi balasan atas amal yang hamba-Nya lakukan, dan yang membedakan
adalah tingkat ketaqwaan mereka. Bahkan dalam Islam, wanita diposisikan dalam
tempat yang mulia. Tidak ada hukum mewariska perempuan di dalam Islam seperti
yang ada di agama-agama yang lain.
Demikian kedudukan
wanita di dalam Islam, oleh karena itu perempuan mempunyai hak yang sama untuk
mengembangkan kemampuan dalam hal keilmuwan dan ranah publik. Sebagai seorang
perempuan, wajib pulalah baginya untuk bisa menjadi seorang muslimah yang
cerdas, bahkan data statistik yang baru-baru ini dirilis UNESCO menunjukkan,
jumlah lulusan sarjana di bidang ilmu pengetahuan ternyata relatif lebih banyak
dari kalangan perempuan Muslim dibandingkan dengan kalangan perempuan Barat.
Namun, media Barat pada umumnya, sangat jarang mengulas tentang
keberhasilan dan pretasi-prestasi positif yang diraih para Muslimah.
Pertanyaannya
adalah, apa saja kontribusi yang bisa kita berikan dalam bidang keilmuwan untuk
asyarakat ?
1.
Menyampaikan
ilmu dan kebaikan kepada orang lain.
Bunda adalah madrasah bagi anak-anaknya, ataupun seorang wanita bisa
menjadi guru bagi lingkungannya, oleh karena itu jadilah wanita yang cerdas,
agar saat kita menyampaikanilmu untuk orang lain,maka ilmu itu adalah ilmu yang
berkualitas dan bermanfaat. Yang sangat menginspirasi dalam hal ini adalah
bunda kita Aisyah ra. Diriwiyatkan oleh Urwah bin Zubair : “aku tidak pernah
melihat orang yang lebih banyak ilmunya dari aisyah ra. dalam hal pemahaman
masalah agama, kedokteran dan puisi”
2.
Berkhidmah
dengan profesi dan keilmuwan untuk kemajuan masyarakat
“Dan sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi
manusia” (HR. Thabrani dan Daruquthni). Tentunya sebagai seorang wanita
pastilah kita ingin berkontribusi dalam nasehat yang disampaikan oleh junjungan
kita, Rasulullah Muhammad SAW. Tidak perlu kita berpikir hal besar yang
bermanfaat untuk orang lain, Nabi Muhammad pernah menasehatkan bahwa mengambil
duri/jarum ditengah jalanpun sudah termasuk hal yang bermanfaat. Mungkin juga
dengan hal yang simple untuk sekitar kita, seperti mengajak shalat teman ketika
adzan berkumandang, atau mungkin ketika nanti kita sudah mempunyai profesi
sebagai muslimah karier, kita bisa mengabdikan posisi kita untuk umat, yang
penting bermanfaat untuk umat ah ya?
3.
Peduli
dengan problem-problem pokok masyarakat terdekat
Untuk yang satu ini saya no comment dah, cukup saya lampirkan video mengenang
bunda yoyoh Yusroh bisa merepresentasikan peran Muslimah masa kini.
4.
Mengukir
tinta emas dalam kehidupannya
Jadilah muslimah teladan, saudari perempuan tauladan, teman tauladan,
anak tauladan, ibu tauladan istri tauladan, tetangga tauladan dll. Ketika Allah
mengambil nyawa kita, jangan biarkan yang tersisa dari kita hanyalah nama ,
tanggal lahir dan tanggal wafat. Mari kita menjadi pribadi muslimah yang dapat
dijadikan inspirasi bagi muslimah yang lain. Ingat, salah satu amal jariyah
adalah ilmu yang bermanfaat yang kita sampaikan untuk oranga lain.
Berikut contoh
muslimah muslimah super jaman dahulu yang patut kita contoh sekarang :
Di sektor perniagaan, terdapat figur sayyidah Khadijah
ra., perempuan karir pertama kali dalam sejarah Islam.
Di dalam sektor industri terdapat figur Ummul-Mukminin
Zainab binti Zahsy yang tercatat sebagai perempuan yang menghasilkan
barang-barang keterampilan tangan.
Pada sektor pertanian, terdapat figur Asma’ binti Abu
Bakar.
Pada sektor peperangan di jalan Allah SWT sahabat Anas
bin Malik menceritakan :
“Aku telah melihat Aisyah binti Abu Bakar dan Ummu Sulaim
saat keduanya menyingsingkan lengan bajunya dan aku melihat gelang di kedua
kakinya. Keduanya menaikkan kantong air ke atas punggung mereka dan
meminumkannya ke mulut para pasukan kemudian keduanya kembali lagi untuk
mengisi kantong air dan meminumkannya ke mulut para pasukan.” (HR Bukhari).
Apapun dan siapapun
kita nanti, kita tetaplah muslimah. Dan kata Dian Sastrowardoyo, aktris, bunda
satu anak, ”IBU-IBU CERDAS akan menghasilkan menghasilkan ANAK-ANAK
CERDAS”
Bersiap jadi bunda
.... ^_^